SATUAN
ACARA PENYULUHAN (SAP) MICRO TEACHING PADA LANSIA “PENCEGAHAN KEPIKUNAN (DEMENSIA)
PADA LANSIA”
Mata
Kuliah : PROMOSI KESEHATAN
disusun
oleh:
FELINA
TUTI IRAWATI
IIB
D3 KEPERAWATAN
1602062
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MUHAMMADIYAH KLATEN
PROGRAM
STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
TAHUN
AJARAN
2017/2018
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
“PENCEGAHAN KEPIKUNAN
(DEMENSIA) PADA LANSIA”
POKOK BAHASAN : PENCEGAHAN KEPIKUNAN/DEMENSIA PADA LANSIA
PELAKSANAAN :
Hari/Tgl : Senin, 4 Desember 2017
Waktu : 10 menit
Tempat
: Desa Kauman, Kalitengah,
Wedi, Klaten Rt21/Rw10
SASARAN & TARGET
Sasaran
: Warga Desa Kauman, Kalitengah,Wedi, Klaten Rt21/Rw10
Target
: Warga Desa Kauman terdiri dari : bapak,
ibu dan lansia.
I.
TUJUAN
PEMBELAJARAN
A. Tujuan
Umum
Setelah mendapat
pendidikan kesehatan, diharapkan warga Kauman mengetahui, memahami, mencegah
dan mengatasi kepikunan pada lansia dengan baik. Sehingga mengurangi risiko
timbulnya kepikunan pada lansia.
B. Tujuan
Khusus
Setelah mendapatkan
pendidikan kesehatan tentang kepikunan atau demensia selama 10 menit, warga
Desa Kauman akan mampu:
1. Menjelaskan
demensia atau kepikunan sesuai dengan bahasa sendiri.
2. Menguraikan
kembali tanda dan gejala yang muncul pada kepikunan/demensia yang dialami
lansia.
3. Menyebutkan
serta menjelaskan faktor penyebab kepikunan/demensia dengan tepat.
4. Menjelaskan
bagaimana langkah pengobatan apabila ditemukan tanda dan gejala
kepikunan/demensia pada lansia, yaitu siapa yang perlu ditemui dan
pengobatannya.
5. Menjelaskan
peran keluarga dalam pencegahan kepikunan/demensia pada lansia.
6. Menyebutkan
kembali hal-hal yang dilakukan untuk pencegahan kepikunan/demensia pada lansia
dengan bahasa sendiri.
II.
MATERI
PEMBELAJARAN
A. Pengertian
kepikunan atau demensia pada lansia.
B. Tanda
dan gejala kepikunan atau demensia pada lansia.
C. Faktor
penyebab kepikunan atau demensia pada lansia.
D. Siapa yang perlu ditemui dan pengobatan yang
Tersedia pada kepikunan atau demensia.
E. Peran keluarga pada kepikunan/demensia pada
lansia.
F. Pencegahan
dan perawatan demensia (kepikunan) pada Lansia oleh keluarga.
III.
METODE
PEMBELAJARAN
Metode Ceramah Tanya
Jawab
IV.
KEGIATAN
PEMBELAJARAN
NO.
|
TAHAP
|
KEGIATAN
|
RESPON YANG DIHARAPKAN
|
1.
|
Pra
Interaksi
|
1.
Salam pembuka
2.
Perkenalan
3.
Penyampaian tujuan
4.
Kontrak waktu
5. Apersepsi
|
1.
Warga menjawab
salam.
2.
Warga menerima
perkenalan perawat.
3.
Warga mengerti
tentang tujuan penkes.
4.
Warga menyetujui
kontrak waktu
5. Warga mampu menyampaikan pendapatnya.
|
2.
|
Interaksi
|
Menjelaskan isi dari materi yang diberikan à pencegahan dini kepikunan
(Demensia) pada lansia.
|
Warga
mau mendengarkan dengan
baik dan kooperatif.
|
3.
|
Terminasi
|
1.
Evaluasi pelaksanaan penkes.
2.
Kesimpulan dari penkes.
3.
Kontrak waktu yang akan dating.
4.
Salam penutup.
|
1.
Warga mampu menjawab pertanyaan perawat.
2.
Warga memperhatikan.
3.
Warga menyetujui.
4. Warga
menjawab salam.
|
V.
|
Keterangan:
1. Proyektor.
2. Meja.
3. Perawat
4.
|
VI.
MEDIA
DAN ALAT BANTU BELAJAR
A. Laptop.
B. Proyektor.
C. Power
point tentang kepikunan atau demensia.
D. Leaflet
tentang kepikunan atau demensia.
VII.EVALUASI
BELAJAR
1.
Evaluasi
Struktur
a.
Persiapan
warga
sudah terlaksana dengan baik
berupa : kontrak waktu, topic dan tempat.
b.
Persiapan
media dan alat bantu yang digunakan untuk penkes.
2.
Evaluasi Proses
a.
Warga mau mengikuti penkes dengan baik dan sampai dengan
selesai.
b.
Warga kooperatif dalam mengikuti penkes.
c.
Warga dapat bekerjasama dengan perawat.
d.
Media
dan alat bantu
dapat digunakan dengan baik.
e.
Lingkungan
mendukung untuk pelaksanaan penkes.
3.
Evaluasi
Hasil
a.
Evaluasi
Kognitif
Setelah mengikuti penkes, diharapkan
warga mampu menjawab :
1)
Menjelaskan
pengertian
hingga pencegahan dan perawatan kepikunan/demensia dalam bahasanya
sendiri.
2)
Menyebutkan
dan menjelaskan tanda
dan gejala pada kepikunan atau demensia.
3)
Dll
-à sesuai dengan tujuan khusus yang ditetapkan.
b.
Evaluasi
Afektif
1)
Warga berjanji akan menjaga pola hidup
untuk mencegah timbulnya kepikunan atau demensia.
2)
Warga berjanji akan merawat orang tua
yang sudah lansia dengan baik sehingga terhindar dari kepikunan atau demensia.
3)
Warga berjanji akan merawat orang tua
yang sudah lansia dengan baik yang telah menderita kepikunan atau demensia.
c.
Evaluasi
Psikomotor
Setiap
warga dapat memberikan perawatan guna pencegahan kepikunan atau demensia pada
lansia.
VIII. SUMBER PUSTAKA
Nugroho,Wahjudi.1999 Keperawatan Gerontik.Edisi2.Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Stanley,Mickey. 2007.Buku Ajar Keperawatan
Gerontik.Edisi2.Jakarta:EGC
Nasrullah,Dede.2016.Buku Ajar Keperawatan Gerontik jilid.1 Dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan NANDA,NIC dan NOC.Jakarta:CV. Trans Info Media
IX.
LAMPIRAN
MATERI
A. Pendahuluan
Lanjut
usia tidak identik dengan pikun (dementia) dan perlu diketahui bahwa pikun
bukanlah hal normal pada proses penuaan. Lansia dapat hidup normal tanpa
mengalami berbagai gangguan memori dan perubahan tingkah laku seperti dialami
oleh lansia dengan demensia. Sebagian besar orang mengira bahwa demensia adalah
penyakit yang diderita lansia. Tapi kenyataannya demensia dapat diderita oleh
siapa saja dari semua tingkat usia dan jenis kelamin.
Berdasarkan
dari sejumlah hasil penelitian diperoleh data bahwa demensia seringkali terjadi
pada lansia yang telah berumur kurang lebih 60 tahun. demensia dibagi menjadi 2
jenis, yaitu 1. Demensia senilis (> 60 tahun), 2. Demensia prasenilis
(<60 tahun). sekitar 56,8% lansia mengalami demensia dalam bentuk demensia
alzheimer (4% dialami lansia yang telah berusia 75 tahun, 16% pada usia 85
tahun dan 32% pada usia 90 tahun). sampai saat ini diperkirakan kurang lebih 30
juta penduduk dunia mengalami demensia dengan berbagai sebab.
B. Pengertian
Kepikunan
atau Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati
secara abnormal. Hanya satu terminologi yang digunakan untuk menerangkan
penyakit otak degeneratif yang progresif. Daya ingatan, pemikiran, tingkah laku
dan emosi terjejas bila mengalami demensia. Penyakit kepikunan ditandai dengan
hilangnya ingatan atau kesulitan seseorang untuk memperoleh informasi yang
sudah tersimpan di dalam otak. Meskipun kepikunan merupakan bagian umum dari
penuaan, kondisi ini juga dapat berubah sebuah gejala penyakit atau efek
samping dari konsumsi obat-obatan atau suatu tindakan.
Ingatan
dapat dipengaruhi oleh proses penuaan.
Semakin tua seseorang, berbagai macam proses dan reaksi kimia terjadi
pada beberapa organ vital, salah satunya adalah otak. Perubahan ini disisi lain
dapat mempengaruhi bagian pada otak yang bertanggung jawab dengan sistem saraf
panca indera dan ingatan. Ini dapat menjelaskan bagaimana orang yang usianya
lebih tua, lebih sulit belajar hal yang baru atau menginta informasi yang baru.
Pada umumnya
demensia terjadi pada usia lanjut (>65 tahun) dan merupakan gangguan yang
ditandai oleh gangguan kognitif, emosional dan psikomotor yang menyebabkan
penderita tidak mampu mengikuti aktifitas sosial dan mengurus diri untuk
keperluannya sehari-hari. Pada demensia terjadi kemerosotan mental yang terus
menerus, makin lama makin buruk (progresif) meliputi penurunan daya ingat akan
hal yang baru saja terjadi, kemunduran kemahiran berbahasa, kemunduran intelektual,
perubahan perilaku dan fungsi-fungsi otak lainnya sehingga mengganggu aktifitas
sehari-hari.
C. Tanda
dan gejala
Hal yang
menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya perubahan kepribadian dan
tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Penderita yang
dimaksudkan dalam tulisan ini adalah Lansia dengan usia enam puluh lima tahun
keatas. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol
pada tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya mengalami proses
penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri,
mereka sulit mengingat nama cucu mereka atau lupa meletakkan suatu barang.
Mereka
sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri sendiri bahwa itu
adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai dirasakan
oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama, mereka merasa khawatir terhadap
penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa
bahwa mungkin Lansia kelelahan dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka belum
mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang
dialami oleh orang tua mereka.
Gejala
demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia, mereka
menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat
saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi
Lansia. Pada saat ini mungkin saja Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan
sampai berhalusinasi. Di sinilah keluarga membawa Lansia penderita demensia ke
rumah sakit di mana demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan.
Seringkali
demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak
semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan mengenali
gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia bukanlah hal yang mudah dan
cepat, perlu waktu yang panjang sebelum memastikan seseorang positif menderita
demensia. Setidaknya ada lima jenis pemeriksaan penting yang harus dilakukan,
mulai dari pengkajian latar belakang individu, pemeriksaan fisik, pengkajian
syaraf, pengkajian status mental dan sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes
laboratorium.
Pada tahap
lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang semakin
mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga memahami dengan baik
perubahan tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita demensia. Pemahaman
perubahan tingkah laku pada demensia dapat memunculkan sikap empati yang sangat
dibutuhkan oleh para anggota keluarga yang harus dengan sabar merawat mereka.
Perubahan tingkah laku (Behavioral symptom) yang dapat terjadi pada
Lansia penderita demensia di antaranya adalah delusi, halusinasi, depresi,
kerusakan fungsi tubuh, cemas, disorientasi spasial, ketidakmampuan melakukan
tindakan yang berarti, tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara
mandiri, melawan, marah, agitasi, apatis, dan kabur dari tempat tinggal
(Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).
Tanda dan gejala:
1.
Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita
demensia, “lupa” menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas. Kesulitan
mengingat atau ingatan jangka pendek.
2.
Kesulitan dalam mengingat nama atau mengenali wajah.
3.
Tersesat di lokasi yang sudah familiar.
4.
Sering salah menyebutkan nama benda.
5.
Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa
hari, minggu, bulan, tahun, tempat penderita demensia berada.
6.
Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi
kalimat yang benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi,
mengulang kata atau cerita yang sama berkali-kali.
7.
Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan
saat melihat sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang
dilakukan orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan. Penderita
demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan tersebut muncul.
8.
Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh,
menarik diri dan gelisah.
9.
Kesukaran dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari.
10.
Sering mengulang kata-kata
11.
Cepat marah dan sulit di atur.
12.
Kesulitan belajar dan mengingat informasi baru.
13.
Kurang konsentrasi.
14.
Kurang koordinasi gerakan.
15.
Kurang kebersihan diri.
16.
Apatis, tidak ada minat beraktivitas atau
bersosialisai
17.
Menghindari tugas yang biasa dikerjakan
18.
Suasana hati mudah berubah-ubah
Gejala yang umumnya
dirasakan dari segi kognitif meliputi:
1.
Hilang ingatan.
2.
Kesulitan berkomunikasi.
3.
Kesulitan berbahasa dan betutur kata.
4.
Sulit memecahkan masalah atau
merencanakan sesuatu.
5.
Konsentrasi menurun.
6.
Sulit menilai situasi dan mengambil
keputusan.
7.
Sulit mengkoordinasikan pergerakan
tubuh.
8.
Merasa bingung.
Sedangkan
gejala yang dirasakan dari segi psikologis meliputi:
1.
Depresi.
2.
Gelisah.
3.
Perubahan perilaku dan emosi.
4.
Merasa ketakutan (paranoid).
5.
Agitasi.
6.
Halusinasi.
D. Faktor
penyebab
1.
Pertambahan usia
2.
Makanan yang tidak seimbang, kekurangan vitamin B1,
B6, B12 dan asam folat.
3.
Kebiasaan enggan berfikir atau sering mengosongkan
pikiran.
4.
Kurang bergerak atau kurang beraktivitas.
5.
Kurang berkomunikasi atau bersosialisasi pada sesama.
6.
Akibat dari stres atau depresi. Orang yang stres
cenderung tidak terkontrol dalam makan dan berperilaku. Pada saat seseorang
mengalami stres maka sel-sel hippocampus (bagian otak sebelah dalam) terpaksa
bekerja lebih keras sehingga otak menjadi lelah dan mudah rusak.
7.
Kebiasaan merokok.
8.
Kebiasaan buruk minum-minuman alkohol.
9.
Jenis kelamin yang mempengaruhi.
10. Kurangnya
istirahat atau tidur yang kurang efektif bagi lansia.
11. Menurunnya
fungsi sel syaraf otak menjadi salah satu penyebab munculnya penyakit pikun.
Sel syaraf otak yang rusak akan membuat kemampuan mengingat dan berpikir
seseorang menjadi lemah.
E. Siapa yang Perlu Ditemui dan Pengobatan yang Tersedia
Untuk mendiagnosa seseorang terkena demensia atau tidak, dibutuhkan waktu
untuk benar-benar mempelajari gejala yang timbul. Hal pertama yang dapat
dilakukan adalah berkonsultasi dengan dokter keluarga atau dokter umum. Pemeriksaan meliputi
penyelidikan terhadap kegiatan keseharian pasien, dan kapan gejala-gejala
tersebut timbul. Pemeriksaan fisik, laboratorium, dan kemampuan mental juga
dibutuhkan untuk mendiagnosa demensia.
Ketika demensia sudah terdiagnosis, dokter umum dapat merujuk pasien
kepada dokter spesialis, tergantung pada umur dan gejala yang dirasakan pasien.
Dokter spesialis yang mungkin ditemui adalah ahli geriatrik (khusus pasien
lanjut usia) atau dokter spesialis saraf.
Salah satu tahap penting dari pengobatan demensia adalah menentukan
jenisnya. Ada demensia yang dapat disembukan asalkan penyebab demensia ini
dapat dihilangkan. Namun jika pasien mengidap demensia yang tidak dapat
disembuhkan, maka satu-satunya cara adalah mengendalikan gejala demensia.
Pengobatan yang tersedia adalah sebagai berikut:
1.
Penghambat Kolinesterase
– adalah sebuah terapi yang mengaktifkan beberapa zat kimia yang dapat
meningkatkan kemampuan mengingat dan berpikir pasien.
2.
Memantine – bila digabungkan bersama dengan
penghambat kolinesterase akan memberikan hasil yang lebih baik.
3.
Terapi pekerjaan –
Penderita demensia membutuhkan bantuan untuk menjalankan kehidupan
kesehariannya dan perawatan yang teratur.
Kapan Perlu Menemui Dokter Spesialis Demensia?
Ketika terdapat kecurigaan timbulnya gejala dari demensia
pada anggota keluarga, pasien dianjurkan untuk berkonsultasi dengan seorang
spesialis. Berikut adalah gejala yang sering ditemukan:
1.
Bermasalah dengan ingatan sehari-hari
atau pikun.
2.
Bermasalah dalam memusatkan perhatian,
membuat sebuah perencanaan atau pengaturan.
3.
Bermasalah dalam menemukan kata-kata
untuk dalam berkomunikasi.
4.
Bermasalah mengenai gambar dan ruang.
5.
Bermasalah mengenai arah.
F.
Pencegahan dan perawatan demensia (kepikunan) pada
Lansia oleh keluarga
Hal yang
dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia diantaranya
adalah menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak.
Keluarga memiliki peran penting dalam pencegahan dan perawatan lansia denagn
kepikunan, selain dari tindakan media. Karena keluarga yang selalu dekat pada
lansia, sehingga dapat mengontrol setiap aktivitas lansia.
Keluarga
memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lansia penderita demensia
yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan penderita demensia bukan hal yang
mudah, tapi perlu kesiapan khusus baik secara mental maupun lingkungan sekitar.
Pada tahap awal demensia penderita dapat secara aktif dilibatkan dalam proses
perawatan dirinya. Membuat catatan kegiatan sehari-hari dan minum obat secara
teratur. Ini sangat membantu dalam menekan laju kemunduran kognitif yang akan
dialami penderita demensia.
Keluarga
tidak berarti harus membantu semua kebutuhan harian Lansia, sehingga Lansia
cenderung diam dan bergantung pada lingkungan. Seluruh anggota keluargapun
diharapkan aktif dalam membantu Lansia agar dapat seoptimal mungkin melakukan
aktifitas sehari-harinya secara mandiri dengan aman. Melakukan aktivitas
sehari-hari secara rutin sebagaimana pada umumnya Lansia tanpa demensia dapat
mengurangi depresi yang dialami Lansia penderita demensia.
Merawat
penderita dengan demensia memang penuh dengan dilema, walaupun setiap hari
selama hampir 24 jam kita mengurus mereka, mungkin mereka tidak akan pernah
mengenal dan mengingat siapa kita, bahkan tidak ada ucapan terima kasih setelah
apa yang kita lakukan untuk mereka. Kesabaran adalah sebuah tuntutan dalam
merawat anggota keluarga yang menderita demensia. Tanamkanlah dalam hati bahwa
penderita demensia tidak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Merekapun
berusaha dengan keras untuk melawan gejala yang muncul akibat demensia.
Saling
menguatkan sesama anggota keluarga dan selalu meluangkan waktu untuk diri
sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan teman-teman lain dapat
menghindarkan stress yang dapat dialami oleh anggota keluarga yang merawat
Lansia dengan demensia.
Yaitu
sebagai berikut:
1.
Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel
otak seperti alkohol dan zat adiktif yang berlebihan.
2.
Memperbaiki asupan makanan bagi lansia, yaitu dengan
menyajikan makanan yang bergizi tinggi dan seimbang. Makanan yang disajikan
untuk makanan yang baru, atau bukan makanan yang telah mengalami pemasakan
berulang dan proses masak yang tepat. Sehingga asupan gizi pada makanan dapat
terserap baik oleh lansia.
a. Vitamin E, untuk
memperlambat Alzheimer dan kondisi demensia terkait. Vitamin E biasanya
dikonsumsi dalam dosis rendah untuk menghindari komplikasi seperti kematian,
khususnya bagi penderita penyakit jantung.
b. Asam folat omega 3. Walau
masih memerlukan riset lebih lanjut, omega 3 dipercaya dapat membantu menekan
risiko seseorang terserang demensia.
c. Makanan yang disarankan :
buah berrie, kuning telur, ikan laut, minyak ikan, kacang-kacangan, buah bit,
dan sayuran.
3.
Memberikan bacaan berupa buku, majalah atau koran yang
merangsang otak untuk berpikir hendaknya dilakukan setiap hari.
4.
Memfasilitasi lansia dengan pemberian terapi musik,
yaitu musik yang disukai lansia. Atau kegiatan seni yang disukai oleh lansia.
Sehingga dapat memberikan aktivitas otak pada lansia.
5. Melakukan
kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif
a.
Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
b.
Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan
teman yang memiliki persamaan minat atau hobi
6. Mengurangi
stress dalam pekerjaan dan berusaha untuk tetap relaks dalam kehidupan
sehari-hari dapat membuat otak kita tetap sehat.
7. Ajak lansia
untuk berkomunikasi, dengan mengingatkan pada suatu peristiwa yang pernah
dialami lansia. Akan lebih baik jika komunikasi dilakukan bersama anak dan
cucu. Sehingga menimbulkan perasaan nyaman, aman dan tenang. Selain itu, kasih
sayang dan kehangatan yang tinggi dari keluarga, menghindarkan lansia dari
pengosongan pikiran, dimana hal tersebut akan memunculkan kepikunan.
8. Ajak lansia
untuk beraktivitas ringan, seperti membersihkan rumah, berjalan, berolahraga
bersama atau kegiatan lain yang biasa dilakukan lansia.
9. Ajarkan pada
lansia untuk selalu membersihkan diri, memilih pakaian yang serasi, dan
pemantasan diri dengan baik.
10. Ajarkan
lansia untuk menempatkan barang atau benda dengan tepat, sehingga dapat
terhindar dari lupa.
11. Hindarkan
lansia sendiri, karena berisiko untuk mengalami perubahan kepribadian.
12. Mengajak
lansia untuk bersosialisasi di masyarakat, sehingga lansia dengan orang-orang
yang ada di sekitar rumah.
13. Beristirahat
dengan cukup.
Komentar
Posting Komentar