Asuhan Keperawatan Anak dengan Demam Reumatik


KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum.Wr.Wb
Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah.S.W.T yang telah memberikan segala limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah Asuhan Keperawatan Demam Rematik untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak dengan waktu yang tepat. Terimakasih saya ucapkan kepada Ibu Fitriana Noor-Khayati,S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku dosen pengampu Mata Kuliah Keperawatan Anak yang telah membimbing saya dalam proses penyusunan makalah ini dengan baik. Terimakasih saya ucapkan kepada teman-teman yang telah memotivasi dan memberikan semangat serta kerjasama yang baik selama ini. Semoga makalah yang saya susun ini bermanfaat bagi kalangan pembaca terhadap pemberian asuhan keperawatan bagi penderita demam reumatik atau penyakit jantung reumatik sehingga bisa menambah pengetahuan serta wawasan ilmu yang luas.
Saya menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan kemungkinan masih terdapat kekurangan ataupun kesalahan dalam penyusunan maupun  ketepatan informasi. Maka saya  menerima saran dan kritik secara terbuka dari pembaca yang bersifat membangun guna memperbaiki penyusunan makalah di masa mendatang.
Terimakasih.
Wassalamu’alaikum.Wr.Wb.

Klaten, 18 September 2017

     Penyusun



DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii





BAB I

PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Demam reumatik merupakan penyakit vaskular kolagen multisistem yang terjadi setelah infeksi streptokokus grup A pada individu yang mempunyai faktor predisposisi. Penyakit ini masih merupakan penyebab terpenting penyakit jantung didapat (acquired heart disease) pada anak dan dewasa muda di banyak negara terutama negara sedang berkembang. Keterlibatan kardiovaskular pada penyakit ini ditandai oleh inflamasi endokardium dan miokardium melalui suatu proses autoimun yang menyebabkan kerusakan jaringan.,Serangan pertama demam reumatik akut terjadi paling sering antara umur 5-15 tahun. Demam reumatik jarang ditemukan pada anak di bawah umur 5 tahun.
Demam reumatik akut menyertai faringitis Streptococcus beta hemolyticus grup A yang tidak diobati. Pengobatan yang tuntas terhadap faringitis akut hampir meniadakan resiko terjadinya demam reumatik. Diperkirakan hanya sekitar 3 % dari individu yang belum pernah menderita demam reumatik akan menderita komplikasi ini setelah menderita faringitis streptokokus yang tidak diobati.
Saat ini diperkirakan insidens demam reumatik di Amerika Serikat adalah 0,6 per 100.000 penduduk pada kelompok usia 5 sampai 19 tahun. Insidens yang hampir sama dilaporkan di negara Eropa Barat. Angka tersebut menggambarkan penurunan tajam apabila dibandingkan angka yang dilaporkan pada awal abad ini, yaitu 100-200 per 100.000 penduduk
Sebaliknya insidens demam reumatik masih tinggi di negara berkembang. Data dari negara berkembang menunjukkan bahwa prevalensi demam reumatik masih amat tinggi sedang mortalitas penyakit jantung reumatik sekurangnya 10 kali lebih tinggi daripada di negara maju. Di Srilangka insidens demam reumatik pada tahun 1976 dilaporkan lebih kurang 100-150 kasus per 100.000 penduduk. Di India, prevalensi demam reumatik dan penyakit jantung reumatik pada tahun 1980 diperkirakan antara 6-11 per 1000 anak. Di Yemen, masalah demam reumatik dan penyakit jantung reumatik sangat besar dan merupakan penyakit kardiovaskular pertama yang menyerang anak-anak dan menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Di Yogyakarta pasien dengan demam reumatik dan penyakit jantung reumatik yang diobati di Unit Penyakit Anak dalam periode 1980-1989 sekitar 25-35 per tahun, sedangkan di Unit Penyakit Anak RS. Cipto Mangunkusumo tercatat rata-rata 60-80 kasus baru per tahun.
Insidens penyakit ini di negara maju telah menurun dengan tajam selama 6 dekade terakhir, meskipun begitu dalam 10 tahun terakhir ini telah terjadi peningkatan kasus demam reumatik yang mencolok di beberapa negara bagian Amerika Serikat. Hal tersebut mengingatkan kita bahwa demam reumatik belum seluruhnya terberantas, dan selalu terdapat kemungkinan untuk menimbulkan masalah kesehatan masyarakat baik di negara berkembang maupun negara maju.
Suatu faktor penting yang mempengaruhi insidens demam reumatik adalah ketepatan diagnosis dan pelaporan penyakit. Sampai sekarang belum tersedia uji spesifik yang tepat untuk menegakkan diagnosis demam reumatik akut. Terdapat kesan terdapatnya overdiagnosis demam reumatik, sehingga diharapkan dengan kriteria diagnosis yang tepat, pengertian dan kemampuan untuk mengenal penyakit ini serta kesadaran para dokter untuk menanggulanginya merupakan hal yang sangat penting dalam menurunkan insidens penyakit ini.

B.     Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, dapat saya rumuskan masalah yaitu sebagai berikut:
1.      Bagaimana konsep dasar demam rematik?
2.      Bagaimana gambaran asuhan keperawatan pada anak dengan demam rematik?

C.     Tujuan

Tujuan penyusunan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui konsep dasar demam rematik pada anak.
2.      Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan kepada anak yang menderita demam rematik.






BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN


A.    Pengertian

Demam rematik ( Rheumatic Fever ) adalaha suatu penyakit peradangan autoimun yang mengenai jaringan konektif jantung, tulang, jaringan subkutan dan pembuluh darah pada pusat sistem persarafan, sebagai akibat dari infeksi beta Streptococcus Hemolyticus grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliarthritis migrans akut, karditis, korea minor, nodul subkutan dan eritema marginatum (Abdoerrachman,dkk, 1985:734).
Demam rematik (DR) adalah suatu sindrom klinik akibat infeksi Streptococcus beta-hemolyticus golongan A, dengan gejala satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis, korea minor, nodul subkutan, dan eritema marginatum (Ngastiyah, 2005:112).

B.     Etiologi

Menurut Abdoerrachman,dkk (1985:735) hubungan etiologis antara kuman Streptococcus dengan demam rematik dapat diketahui pada sebagai berikut:
1.      Pada sebagian besar kasus demam reumatik akut terdapat peninggian antibodi terhadap Streptococcus, atau dapat disolasi kuman beta-Streptococcus Hemolitycus grub A, atau keduanya.
2.      Insidens demam rematik yang tinggi biasanya bersamaan dengan insidens infeksi oleh beta-Stresptococcus hemolyticus grub A yang tinggi pula. Kira-kira 3 % penderita infeksi saluran nafas oleh kuman tersebut akan mengalami komplikasi demam remati atau penyakit jantung reumatik. Hal ini diamati pada masyarakat tertutup seperti di asrama tentara. Di masyarakat diperkirakan sekitar 0,3% dari penderita infeksi saluran nafas bagian atas oleh beta Streptococcus hemolyticus grub A akan menderita demam rematik. Sebaliknya insidens demam rematik akan menurun bila infeksi kuman tersebut pada suatu golongan penduduk diobati dengan baik.
3.      Serangan ulang demam rematik akan sangat menurun bila penderita mendapat pencegahan yang beratur dengan antibiotika.

C.     Faktor Predisposisi

Menurut Abdoerrachman,dkk (1985:736) bahwa faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam rematik terdapat pada individu dan lingkungan tempat tinggal individu tersebut. Faktor-faktor pada individu:
1.      Faktor Genetik.
Banyak demam rematik atau penyakit jantung rematik yang terjadi pada satu keluarga maupun pada anak-anak kembar. Meskipun pengetahuan tentang faktor genetik pada demam rematik ini tidak lengkap, namun pada umumnya disetujui bahwa ada faktor keturunan pada demam rematik ini, sedangkan cara penurunannya belum dapat dipastikan.
2.      Jenis kelamin.
Dahulu sering dinyatakan bahwa demam rematik lebih sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada salah satu jenis kelamin. Misalnya gejala korea jauh lebih sering ditemukan pada wanita daripada laki-laki. Kelainan katub sebagai gejala sisa penyakit jantung rematik juga menunjukkan perbedaan jenis kelamin. Pada orang dewasa gejala sisa berupa stenosis mitral lebih sering didapatkan pada wanita, sedangkan insufisiensi aorta lebih sering ditemukan pada laki-laki.
3.      Golongan etnik dan ras.
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam rematik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibandingkan dengan orang kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai dengan hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang sebenarnya. Yang telah dicatat dengan jelas ialah terjadilah stenosis mitral. Di negara-negara Barat umumnya stenosis mitral terjadi bertahun-tahun setelah terjadi serangan penyakit jantung rematik akut.
4.      Umur.
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam rematik  atau penyakit jantung rematik. Penyakit ini paling sering mengenai anak berumur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada antar umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi Streptococcus pada anak usia sekolah.
Tetapi Markowitz menemukan bahwa 40% penderita infeksi Streptococcus adalah mereka yang berumur antara 2-6 tahun. Mereka ini justru jarang menderita demam rematik. Mungkin diperlukan infeksi berulang-ulang sebelum dapat timbul komplikasi demam rematik.
5.      Keadaan gizi.
Keadaan gizi anak serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam rematik. Hanya sudah diketahui bahwa penderita anemia sel sabit (sickle cell anemia) jarang yang menderita demam rematik atau penyakit jantung rematik.
6.      Reaksi autoimun.
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.

Faktor-faktor lingkungan, yaitu sbb:
1.      Keadaan sosial ekonomi yang buruk.
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk terjadinya demam rematik. Insidens demam reumatik di negara negara yang sudah maju, jelas menurun sebelum era antibiotika. Termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk ialah sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang, pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang,dll. Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya demam rematik.
2.      Iklim dan geografi.
Demam rematik adalah penyakit kosmopolit. Penyakit ini terbanyak didapatkan di daerah beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi daripada yang diduga semula. Di daerah yang letaknya tinggi agaknya insidens demam rematik lebih tinggi daripada di dataran rendah.
3.      Cuaca.
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam rematik juga meningkat.

D.    Patofisiologi

Menurut Suriadi dan Rita Yuliani (2010:67) sbb:
1.      Demam rematik adalah suatu hasil respon imunologi abnormal yang disebabkan oleh kelompok kuman A beta hemolytic streptococcus yang menyerang pada pharynx.
2.      Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang dari 20 produk ekstra sel yang terpenting diantaranya ialah Streptolisin O, Streptolisin S, Hialorunidase, Streptokinase Difosforidin Nukleotidase, Deoksiribonuklease, serta Streptococcal Erythrogenic  Toxin. Produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibodi. Demam reumatik terjadi diduga akibat kepekaan tubuh yang berlebihan terhadap beberapa produk tersebut.
3.      Sensitivitas sel B antibodi memproduksi antistreptococcus yang membentuk imun kompleks. Reaksi silang imun kompleks tersebut dengan sarcolema cardiak menimbulkan respon peradangan myocardial dan valvular. Peradangan biasanya terjadi pada katub mitral, yang mana kan menjadi skar dan kerusakan permanen.
4.      Demam rematik terjadi 2-6 minggu setelah tidak ada pengobatan atau pengobatan yang tidak tuntas karena infeksi saluran nafas oleh kelompok kuman A betahemolytic.
5.      Demam rematik diduga merupakan akibat kepekaan tubuh yang berlebihan terhadap beberapa produk ini. Kaplan mengemukakan hipotesis tentang adanya reaksi silang antibodi terhadap streptococcus dengan otot jantung yang mempunyai susunan antigen mirip antigen Streptococcus; hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun.
6.      Mungkin ada predisposisi genetik, dan ruangan yang sesak khususnya di ruang kelas atau tempat tinggal yang dapat meningkatkan risiko.
7.      Penyebab utama morbiditas dan mortalitas adalah fase akut dan kronik dengan karditis.



























































 












 

F.      Patologi Anatomis

Dasar kelainan demam rematik ialah reaksi inflamasi eksudatif dan proliferatif jaringan mesenkim. Kelainan yang menetap hanya terjadi pada jantung; organ lain seperti sendi, kulit, paru, pembuluh darah, jaringan otak dan lain-lain dapat terkena selalu reversibel.

Jantung
Baik perikardium, miokardium dan endokardium dapat terkena. Miokarditis dapat ringan berupa infiltrasi sel-sel radang, tetapi dapat berat sehingga terjadi dilatasi jantung yang dapat berakhir fatal.
Bila peradangan berlanjut, timbullah badan-badan Aschoff yang kelak dapat meninggalkan jaringan parut diantara otot jantung. Perikarditis dapat mengenai lapisan viseral maupun parietal perikardium dengan eksudasi fibrinosa. Jumlah efusi perikard dapat bervariasi tetapi biasanya tidak banyak, bisa keruh tetapi pernah purulen.
Bila berlangsung lama dapat mengakibatkan terjadinya adesi perikardium viseral dan parietal. Endokarditis merupakan kelainan terpenting, terutama peradangan pada katup-katup jantung. Semua katup dapat terkena, tetapi katup jantung kiri (mitral dan aorta) yang paling sering menderita, sedangkan katup trikuspidalis dan pulmonal jarang sekali terkena. Mula-mula terjadi edema dan reaksi seluler akut yang mengenai katup dan korda tendine. Kemudian terjadi vegetasi mirip veruka di tepi daun-daun katup. Secara mikroskopis vegetasi ini berisi masa hialin. Bila menyembuh akan menjadi penebalan dan kerusakan daun katup yang dapat menetap dan dapat mengakibatkan kebocoran katup. Perubahan-perubahan pada katup ini dapat mengakibatkan kebocoran katup. Perubahan-perubahan pada katup ini dapat terus berlanjut meskipun stadium akut sudah berlalu. Stenosis katup, hampir selalu mengenai katup mitral, dapat terjadi berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun setelah stadium akut.

Organ-organ lain
Sendi-sendi paling sering terkena. Terjadi peradangan eksudatif dengan degenerasi fibrinoid sinovium.
Nodul subcutan secara histologis terdiri dari jaringan nekrotik fibrinoid dikelilingi oleh sel-sel jaringan ikat, mirip badan Aschoff.
Di jaringan otak dapat terjadi infiltrasi sel bulat di sekeliling/ sekitar pembuluh darah kecil.  Kelainan tersebut letaknya tersebar di korteks, serebelum dan ganglia basal. Kelainan-kelainan pada susunan saraf pusat ini tidak dapat menerangkan terjadinya korea, kelainan tersebut dapat ditemukan pada penderita demam rematik yang meninggal dan diautopsi tetapi sebelumnya tidak pernah menunjukkan gejala korea.
Pada paru dapat terjadi pneumonia dengan tanda-tanda pendarahan. Kelainan pembuluh darah dapat terjadi dimana-mana, terutama pembuluh darah kecil yang menunjukkan pembengkakan dan poliferasi endotel.
Glomerulonefritis ringan dapat terjadi akibat reuma. Seperti telah diterangkan, perubahan patologik di luar jantung tersebut semuanya reversibel. 

G.    Komplikasi

Menurut Suriadi dan Rita Yuliani (2010:68) sbb:
1.      Karditis
2.      Penyakit jantung reumatik
3.      Gagal jantung (CHF)

H.    Manifestasi Klinis

Menurut Abdoerrachman,dkk (1985:739-744) sbb:
Perjalanan klinik penyakit demam rematik/ penyakit jantung rematik dapat dibagi dalam 4 stadium, yaitu:
Stadium I
Stadium ini berupa infeksi saluran nafas bagian atas oleh kuman-Beta-Streptococcus hemolyticus grup A. Seperti infeksi saluran nafas pada umumnya, keluhan biasanya demam, batuk, rasa sakit saat menelan, tidak jarang disertai muntah dan bahkan pada anak kecil dapat terjadi diare. Pada pemeriksaan fisis sering didapatkan eksudat di tonsil yang menyertai tanda-tanda peradangan lainnya. Kelenjar getah bening submandibular seringkali membesar. Infeksi ini biasanya berlangsung 2-4 hari dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Para peneliti, mencatat 50-90% riwayat infeksi saluran nafas bagian atas pada penderita demam rematik/ penyakit jantung rematik, yang biasanya terjadi 10-14 hari sebelum manifestasi pertama demam reumatik/penyakit jantung reumatik.
Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi Streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbula-bulan kemudian.



Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik atau penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan manifestasi spesifik demam reumati/penyakit jantung reumatik.
Gejala peradangan umum, yaitu:
Biasanya penderia mengalami demam yang tidak tinggi tanpa pola tertentu. Anak menjadi lesu, anoreksia, lekas tersinggung dan berat badan tampak menurun. Anak kelihatan pucat karena anemia akibat tertekannya entropoesis, bertambahnya volume plasma serta memendeknya umur eritrosit. Dapat pula terjadi epitaksis dan bila banyak dapat menambah berat derajat anemia.
Artralgia, rasa sakit di sekitar sendi selama beberapa hari atau minggu juga sering didapatkan; rasa sakit akan bertambah bila anak melakukan latihan fisis.gejala klinis lain yang dapat timbul  ialah sakit perut, yang kadang-kadang bisa sangat hebat sehingga menyerupai apendisitis akut. Sakit perut ini akan memberi respons cepat dengan pemberian salisilat.
Pada pemeriksaan laboratorium akan didapatkan tanda-tanda reaksi peradangan akut berupa terdapatnya C-reactive protein dan leukositosis serta meningginya laju endap darah. Titer ASTO meninggi pada kira-kira 80% kasus. Pada pemeriksaan EKG dapat dijumpai pemanjangan interval P-R (blok AV derajat I). Sebagian gejala-gejala peradangan umum ini penting untuk diagnosis dan dikelompokkan sebagai gejala minor.
Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa. Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan. Pada fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.




Manifestasi Spesifik  (Gejala Mayor), yaitu sbb:
1.      Artritis
Khas untuk demam rematik ialah poliartritis migrans akut. Biasanya mengenai sendi-sendi besar (lutut, pergelangan kaki, siku, pergelangan tangan), dapat timbul bersamaan tetapi lebih sering bergantian atau berpindah-pindah. Sendi yang terkena menunjukkan gejala-gejala radang yang jelas seperti bengkak, merah, panas sekitar sendi, nyeri dan terjadi gangguan fungsi sendi. Yang menyolok ialah rasa nyerinya, yang kelihatan tidak proposional dengan kelainan obyektif yang ada. Rasa nyeri dapat sedemikian hebat sehingga terkena selimut pun penderita tidak tahan. Harus dibedakan artritis ini dengan growing pain yang sering didapatkan pada anak pra-sekolah. Pada kelainan yang terakhir ini, anak akan senang bila dipijat, sedangkan pada artritis karena demam reumatik disentuh pun anak akan kesakitan. Kelainan pada tiap sendi akan menghilang sendiri tanpa pengobatan dalam beberapa hari sampai 1 minggu dan seluruh gejala sendi biasanya hilang dalam waktu 5 minggu, tanpa gejala sisa apapun. Derajat beratnya kelainan sendi tidak ada hubungannya dengan gejala karditis. Kira-kira 15% penderita karditis reuma tidak diserta gejala artritis. Beberapa penulis bahkan menemukan bahwa penderita yang mengalami artritis hebat biasanya tidak menderita karditis yang berat dan sebaliknya. Bila artritis merupakan gejala mayor tunggal, maka dapat timbul keragu-raguan diagnosis. Karenanya disarankan untuk tidak terlalu cepat memberikan salisilat pada penderita artritis; perlu observasi beberapa hari untuk memastikan apakah artritis akibat demam reumatik atau bukan.
2.      Karditis.
Karditis reuma merupakan proses peradangan aktif yang mengenai endokardium, myokardium atau perikardium. Dapat salah satu saja terkena atau kombinasi dari ketiganya. Bila mengenai ketiga lapisan sekaligus disebutkan perikarditis. Untuk menemukan adanya karditis, sebaiknya diketahui terlebih dahulu keadaan jantung sebelum sakit.
Karditis merupakan gejala mayor terpenting, karena karditis lah yang dapat meninggalkan gejala sisa, terutama kerusakan katup jantung. Angka kejadian karditis pada demam reumatik tampaknya cenderung menurun dari waktu kewaktu. Peray menemukan 80% penderita demam reumatik denga karditis pada masa sebelum tahun 1939 dan hanya 35% pada masa antara 1955-1962.
Di Sub-Bagian Kardiologi, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Jakarta, angka kejadian karditis pada tahun-tahun 1972-1973 ialah 90% sedangkan pada tahun 1978 sebanyak 82%.
Karditis ini dapat menyebabkan kematian pada stadium akut (terdapat kira kira pada 1% kasus). Penyembuhan sempurna dapat diharapkan, namun tidak jarang menyebabkan kelainan katup yang dapat menetap.
Perlu diingatkan bahwa Bising Carey –Coombs pada karditis reumatik akut bukanlah akibat stenosis mitral organik, bising ini sering menghilang pada fase penyembuhan. Stenosis mitral yang sebenarnya terjadi beberapa bulan bahkan beberapa tahun setelah serangan akut.
Yang paling sering ditemukan ialah bising sistolik apikal yang menjalar ke aksila. Ini harus dibedakan dengan bising sistolik inosen dan bising fungsional yang sering terdapat pada anak dan dewasa muda. Akhirnya perlu ditegaskan bahwa penyakit jantung reumatik dapat terjadi tanpa riwayat demam reumatik.
 Gejala-gejala dini karditis ialah rasa lelah, pucat, tidak bergairah dan anak tampak sakit bisa sampai beberapa minggu meskipun belum ada gejala-gejala spesifik.
Seorang penderita demam reumatik dikatakan menderita karditis bila ditemukan satu atau lebih tanda-tanda berikut:
a.       Bunyi jantung melemah dengan irama derap diastolik.
b.      Terdengar bising yang semula tidak ada, yaitu berupa bising apikal, bising mid-diastolik apikal atau bising diastolik basal; atau terdapat perubahan intensitas bising yang semula sudah ada atau bertambahnya bising yang bermakna pada penderita yang tadinya sudah pernah menderita demam reumatik/ penyakit jantung reumatik.
c.       Kardiomegali, terutama pembesaran ventrikel kiri pada foto rontgent dada pada penderita tanpa demam reumatik sebelumnya atau bertambahnya pembesaran jantung yang nyata pada penderita yang pernah mengalami penyakit jantung reumatik sebelumnya.
d.      Perikarditis. Biasanya diawali dengan rasa nyeri di sekitar umbilikus akibat penjalaran nyeri bagian tengah diafragma. Tanda-tanda lainnya ialah adanya friction rub, efusi perikardial dan kelainan pada EKG. Perikarditis jarang ditemukan sebagaikelainan tersendiri, biasanya merupakan bagian dari perikarditis.
e.       Gagal jantung kongestif pada anak-anak atau dewasa tanpa sebab lain.
Gambaran EKG pada demam reumatik dapat menunjukkan berbagai kelainan yang sesuai dengan kelainan jantungnya, seperti miokarditis, perikarditis, hipertrofi ventrikel dan atau hipertrofi atrium. Yang paling sering ditemukan ialah pemanjangan interval PR, yang dianggap sebagai salah satu gejala minor. Namun tidak jarang gambaran EKG pada demam reumatik mula-mula normal dan baru setelah dilakukan pemeriksaan ulangan didapatkan kelainan yang menyokong diagnosa karditis reumatik. Bila didapatkan EKG, maka hal ini dapat dipakai untuk  mengikuti perjalanan penyakit, namun diperlukan pengalaman untuk dapat melakukan interpretasi yang baik dan tepat.
Pemeriksaan radiologi sangat membantu pada karditis reumatik, karena itu foto rontgent dada harus segera dibuat pada setiap kasus yang diduga menedrita demam reumatik. Kardiomegali, terutama pembesaran ventrikel kiri atau gambaran jantung yang membesar dan berbentuk seperti vas akibat perikarditis dengan efusi perikardium serta denyut jantung yang melemah pada pemeriksaan fluoroskopi dapat ditemukan pada pemeriksaan radiologis. Juga dapat dideteksi pneumonia yang lebih tepat disebabkan infeksi Streptococcus, bukan suatu pneumonia  reumatik akibat suatu superinfeksi atau gagal jantung.
3.      Korea
Korea ialah gerakan-gerakan cepat , bilateral, tanpa tujuan dan sukar dikendalikan, seringkali disertai kelemahan otot. Korea terjadi pada stadium inaktif dan pada 5% kasus demam reumatik, korea merupakan gejala tunggal sering terdapat pada anak perempuan sekitar umur 8 tahun dan jarang setelah pubertas. Dapat ditemukan berkali-kali pada satu anak tanpa disertai manifestasi lainnya.
4.      Eritema marginatum.
Merupakan manifestasi demam reumatik pada kulit, berupa bercak-bercak merah muda dengan bagian di tengahnya pucat sedangkan tepinya berbatas tegas, berbentuk bulat atau bergelombang, tanpa indurasi dan tidak gatal. Bila ditekan lesi akan menjadi pucat. Biasa pada kulit dada dan bagian dalam lengan atas atau paha, tetapi tidak pernah terdapat di kulit muka.
5.      Nodul subkutan
Nodul ini terletak di bawah kulit, keras, tidak terasa sakit, mudah digerakkan, berukuran antara 3-10mm. Biasanya terdapat dibagian ekstensor persendian terutama sendi siku, lutut, pergelangan tangan dan kaki, daerah oksipital dan di atas prosesus spinosus vertebra torakalis dan lumbalis. Muncul beberapa minggu setelah serangan akut demam reumatik.

Manifestasi klinis (gejala minor) yaitu, sbb:
1.      Mempunyai riwayat menderita demam rematik atau penyakit jantung reumatik Athralgia atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi, pasien kadang-kadang sulit menggerakkan tungkainya.
2.      Demam tidak lebih dari 390 C.
3.      Leukositosis.
4.      Peningkatan Laju Endap Darah (LED).
5.      C-Reaktif Protein (CRF) positif.
6.      P-R interval memanjang.
7.      Peningkatan pulse denyut jantung saat tidur (Sleeping Pulse).
8.      Peningkatan Anti Streptolisin O (ASTO).

I.       Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Suriadi dan Rita Yuliani (2010:64) sbb:
                  1.               Riwayat adanya infeksi saluran nafas atas dan gejala.
                    2.            Positif antistreptolysin titer 0.
                    3.            Positif streptozyme positif anti uji DNAase B.
                    4.            Meningkatnya C reaktif protein.
                    5.            Meningkatnya anti hyaluronidase, meningkatnya sedimen sel darah merah (eritrosit).
                    6.            Foto rontgent menunjukkan pembesaran jantung.
                    7.            Elektrokardiogram menunjukkan arrhtythmia E.
                    8.            Ehocardiogram menunjukkan pembesaran jantung dan lesi.







J.       Penatalaksanaan Terapeutik

Menurut Brought (20
1.      Pemberian antibiotik.
2.      Mengobati gejala peradangan, gagal jantung dan chorea.
3.      Pilihan pengobatan adalah antibiotik Penicilin atau sefalosporin dan antiradang misalnya; aspirin atau penggantinya untuk 2-6 minggu.
4.      Artritis: analgesik seperti kodein atau OAINS pada kasus ringan, penggunaan obat-obat anti radang secara agresif mungkin diperlukan pada kasus yang berat.
5.      Karditis: OAINS untuk menekan radang. Pada karditis berat dengan gagal jantung kortikosteroid (prednison) dapat mulai diberikan.

K.    Penatalaksanaan Perawatan

Menurut Suriadi dan Rita Yuliani (2010:69-70)

1.         Pengkajian

a.         Riwayat penyakit
b.        Monitor komplikasi jantung (CHF dan arrhythmia)
c.         Auskultasi jantung; bunyi jantung melemah dengan irama derap diastole.
d.        Vital Sign.
e.         Kaji nyeri.
f.         Kaji adanya peradangan sendi.
g.        Kaji adanya lesi pada kulit.
h.        Status nutrisi
i.          Toleransi terhadap aktivitas dan sikap klien terhadap pembatasan aktivitas.

2.      Diagnosa Keperawatan

a.         Nyeri b.d respon inflamasi pada sendi (poliarthritis).
b.        Penurunan Curah Jantung b.d stenosis katub.
c.         Intoleransi aktivitas b.d penurunan cardiac output, ketidakseimbangan suplai O2 dan kebutuhan.
d.        Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, muntah, rasa sakit waktu menelan dan peradangan pada tonsil disertai eksudat.
e.         Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya filtrasi glomerulus, retensi natrium dan air, meningkatnya tekanan hidrostatik.
f.         Kurangnya pengetahuan orang tua / anak b.d pengobatan, pembatasan aktivitas, resiko komplikasi jantung.
g.        Perubahan proses keluarga b.d kondisi penyakit anak.

3.         Intervensi Keperawatan

a.         Nyeri b.d respon inflamasi pada sendi (poliarthritis).
Tujuan : tidak terjadi rasa nyeri pada klien
Intervensi :
1)      Kaji tingkat nyeri dengan menggunakan skala.
2)      Berikan tindakan kenyamanan ( perubahan posisi sering lingkungan tenang, pijatan pungung dan tehnik manajemen stress).
3)      Minimalkan pergerakkan untuk mengurangi rasa sakit.
4)      Berikan terapi hangat dan dingin pada sendi yang sakit.
5)       Lakukan distraksi misalnya : tehnik relaksasi dan hayalan.
6)      Pemberian analgetik, anti peradangan dan antipiretik sesuai program.
7)      Rujuk ke terapi fisik sesuai persetujun medis.

b.      Penurunan Curah Jantung b.d stenosis katub.
Tujuan : COP meningkat
Intervensi :
1)      Pantau tekanan darah, nadi apikal dan nadi perifer.
2)      Pantau irama dan frekuensi jantung.
3)      Tirah baring posisi semifowler 450.
4)      Dorong klien melakukan tehnik managemen stress ( lingkungan tenang, meditasi ).
5)      Bantu aktivitas klien sesuai indikasi bila klien mampu.
6)      Kolaborasi O2 serta terapi.

c.       Intoleransi aktivitas b.d penurunan cardiac output, ketidakseimbangan suplai O2 dan kebutuhan.
Tujuan : Klien dapat bertoleransi secara optimal terhadap aktivitas.
Intervensi :
1)      Hemat energi klien selama masa akut.
2)      Pertahankan tirah baring sampai hasil laborat dan status klinis membaik.
3)      Sejalan dengan semakin baiknya keadaan, pantau peningkatan bertahap pada tingkat aktivitas.
4)      Buat jadwal aktivitas dan istirahat.
5)      Ajarkan untuk berpartisipasi dalam aktivitas kebutuhan sehai-hari.
6)      Ajarkan pada anak /orang tua bahwa pergerakkan yang tidak disadari adalah dihubungkan dengan korea dan temporer.

d.   Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, muntah, rasa sakit waktu menelan dan peradangan pada tonsil disertai eksudat.
Tujuan : tidak terjadi penurunan nutrisi pada klien.
Intervensi :
1)      Beri makan sedikit tapi sering (termasuk cairan.
2)      Masukkan makanan kesukaan anak dalam diet.
3)      Anjurkan untuk makan sendiri, bila mungkin (kelemahan otot dapat membuat keterbatasan).
4)      Memilih makanan dari daftar menu.
5)      Atur makanan secara menarik diatas nampan.
6)      Atur jadwal pemberian makanan.

e.       Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya filtrasi glomerulus, retensi natrium dan air, meningkatnya tekanan hidrostatik.
Tujuan : volume cairan seimbang.
Intervensi :
1)      Pantau haluaran urine, catat jumlah dan warna.
2)      Pantau keseimbanagn masukan dan pengeluaran selama 24 jam.
3)      Berikan makanan yang mudah dicerna porsi kecil, sering.
4)      Ukur lingkar abdomen sesuai indikasi.
5)      Kolaborasi pemberian diuretik.



f.       Kurangnya pengetahuan orang tua / anak b.d pengobatan, pembatasan aktivitas, resiko komplikasi jantung.
Tujuan : pengetahuan orang tua /anak bertambah.
Intervensi:
1)      Auskultasi bunyi jantung untuk mengetahui adanya perubahan irama.
2)      Pemberian antibiotik sesuai program.
3)      Pembatasan aktivitas sampai manifestasi klinis demam reumatik tidak ada dan berikan periode istirahat.
4)      Berikan terapi bermain yang sesuai dan tidak membuat lelah.
g.      Perubahan proses keluarga b.d kondisi penyakit anak.
Tujuan :
1)      Mempersiapkan keluarga untuk dapat merawat anak dengan penyakit demam reumatik / jantung reumatik.
2)      Keluarga dapat beradaptasi dengan penyakitnya
Intervensi :
1)      Berikan dukungan emosional pada keluarga dan anak.
2)       Anjurkan orang tua untuk mengekspresikan perasaannya.
3)      Anjurkan anak untuk berbagi rasa tidak berdaya, malu, ketakutan yang berkaitan dengan manifestasi penyakit (misal: korea, karditis dan kelemahan otot).
4)      Bertindak sebagai pembela dan penghubung anak dan keluarga dengan anggota tim perawatan kesehatan lainnya.
5)      Anjurkan anak untuk berhubungan dengan teman sebaya.
6)      Dorong keterlibatan anak dalam aktivitas rekreasi dan aktivitas pengalih yang sesuai dengan usia.







4.         Implementasi Keperawatan

a.       Mencegah atau mendeteksi komplikasi
1)        Auskultasi bunyi jantung untuk mengetahui adanya perubahan irama.
2)      Pemberian antibiotik sesuai program.
3)      Pembatasan aktivitas sampai manifestasi klinis demam reumatik tidak ada dan diberikan periode istirahat.
4)      Berikan terapi bermain yang sesuai dan tidak membuat lelah.
b.      Support anak dalam pembatasan aktivitas.
1)        Kaji keinginan bermain sesuai dengan usia dan kondisi.
2)      Buat jadwal aktivitas dan istirahat.
3)      Ajarkan untuk, partisipasi dalam aktivitas kebutuhan sehari-hari.
4)      Ajarkan pada anak atau orang tua bahwa pergerakan yang tidak disadari adalah dihubungkan dengan chorea dan temporer.
c.       Memberikan kontrol nyeri yang adekuat.
1)      Kaji nyeri dengan skala.
2)        Pemberian analgetik, anti peradangan dan antipiretik sesuai program.
3)        Reposisi untuk mengurangi stress sendi.
4)        Berikan terapi hangat dan dingin pada sendi yang sakit.
5)        Lakukan distraksi misalnya; teknik relaksasi dan khayalan.
d.      Mencegah infeksi dan injury.
1)      Monitor temperatur setiap 4 jam selama dirawat.
2)      Pemberian antibiotik sesuai program.
3)      Lihat juga dalam perencanaan pemulangan.
4)      Anak diistirahatkan.

e.       Perencanaan Pemulangan
1)        Berikan informasi tentang kebutuhan aktivitas bermain yang sesuai dengan pembatasan aktivitas.
2)        Istirahat 2-6 minggu, bantu segala pemenuhan aktivitas kebutuhan sehari-hari.
3)        Jelaskan pentingnya istirahat dan mebuat jadwal istirahat dan aktivitas sampai tanda-tanda klinis tidak ada.
4)        Jelaskan terapi yang diberikan : dosis, efek samping, risiko komplikasi jantung.
5)        Berikan support lingkungan yang aman, jangan biarkan anak tidur di lantai.
6)        Instruksikan untuk menginformasikan jika ada tanda sakit menelan.
7)        Tekankan pentingnya kontrol ulang.

5.         Evaluasi

a.       Orang tua dan anak akan memahami tentang regimen pengobatan dan pembatasan aktivitas.
b.      Anak tidak akan menunjukkan stress emosional dan dapat menggunakan strategi koping yang efektif.
c.       Anak dapat menunjukkan dalam pengontrolan nyeri sesuai tingkat kesanggupan.
d.      Anak akan memperlihatkan tidak adanya gejala-gejala sakit menelan untuk pertama kali atau tidak ada injury.













BAB III

ANALISIS DAN KESIMPULAN


A.    Analisis

Peran perawat sangat penting dalam memberikan pendidikan atau edukasi dalam mengenalkan dan memberikan pemahaman pada keluarga terhadap gangguan kesehatan pada anak, yaitu salah satunya adalah penyakit demam rematik yang rentan terjadi pada anak. Yang meliputi pengertian, faktor penyebab, tanda dan gejala serta bagaimana memberikan penanganan pertama bagi anak yang berindikasi mengalami demam rematik. Selain itu, menjelaskan bagaimana pencegahan demam rematik pada anak, dengan memaparkan faktor penyebab dan bagaimana menghindari hal tersebut. Sehingga dapat mencegah peningkatan penderita demam rematik pada anak, dengan cara kolaborasi dengan keluarga. Karena keluarga merupakan lingkungan terdekat anak, yang akan dapat mengetahui segala sesuatunya tentang anak terutama pada kesehatan anak. Selain itu, perlu memberikan pemahaman kepada keluarga terkait dengan pentingnya pelayanan kesehatan yang tepat apabila terdapat gangguan kesehatan pada anak, sehingga meningkatkan kesadaran orang tua dan keluarga akan kesehatan anak ketika mengalami masalah kesehatan untuk segera dibawa di rumah sakit atau pelayanan kesehatan terdekat guna mengetahui dengan pasti terkait gangguan kesehatan anak. Bagi anak yang telah menderita demam rematik, untuk selalu dibimbing dan diberikan motivasi bahwa sakit yang dialami anak hanya sementara dan memberikan keyakinan pada anak bahwa sakit yang dialami akan sembuh jika anak mengikuti prosedur tindakan yang diberikan oleh petugas kesehatan. Dengan memberikan motivasi, anak tidak akan takut dengan berbagai tindakan yang diberikan selama menjalani perawatan di rumah sakit. Selain itu, perawat perlu selalu hadir secara penuh untuk berkomunikasi dan bermain bersama anak guna membentuk suatu hubungan yang lebih dekat. Perawat juga berperan untuk selalu memotivasi keluarga, terutama orang tua untuk selalu mendampingi anak terutama pada proses sakit yang dialami anak. Sehingga dapat meningkatkan kenyamanan pada anak dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas kesehatan anak. Selain itu, perawat selalu memberikan edukasi kepada keluarga tentang penyakit yang diderita anak, sehingga orang tua paham terkait dengan anak.  Misalnya, dalam aktivitas anak, makanan yang perlu dikonsumsi anak,dll. Sehingga tidak akan terjadi penyakit ulang pada anak.

B.     Kesimpulan

Demam rematik (Rheumatic Fever) merupakan salah satu masalah kesehatan pada anak, akibat peradangan imun yang mengenai pada sistem kardiovaskuler, tulang, jaringan subkutan dan pembuluh darah pada pusat sistem persarafan, sebagai akibat dari infeksi beta Streptococcus Hemolyticus grup A. Pada penyakit demam rematik kasus demam reumatik terdapat peninggian antobodi terhadap Streptococcus, insidens demam reumatik yang tinggi biasanya bersaman dengan insidens infeksi ole beta-Streptococcus hemolyticus grub A yang tinggi pula dan Serangan ulang demam reumatik akan sangat menurun bila penderita mendapat pencegahan yang diatur dengan antibiotika. Faktor predisposisi dari penyakit demam rematik yaitu: faktor genetik, kelamin, golongan etnik dan ras, umur, status gizi, reaksi autoimun dan faktor lingkungan berupa keadaan sosial ekonomi, iklim dan geografi serta cuaca.
Demam rematik terjadi akibat dari infeksi kelompok kuman A beta hemolytic streptococcus  sehingga menghasilkan respon imunologi abnormal yang menyerang pada sistem kardiovaskuler dan beberapa sistem tubuh lain, yaitu persedian, kulit, paru-paru, pembuluh darah dan jaringan otak, sehingga menyebabkan komplikasi berupa karditis, penyakit jantung rematik dan gagal jantung  (Congestif Hearth Failure). Demam rematik Terdiri dari stadium I, stadium II, stadium III dan stadium IV. Gejala mayor berupa artristis, karditis, korea, eritema marginatum dan nodul subcutan. Adapun gejala minor, terdiri dari riwayat demam rematik, demam hingga 390 C, leukositosis, peningkatan laju endap darah (LED), CRF positif, P-R interval memanjang, peningkatan pulse denyut jantung saat tidur (sleeping pulse) dan peningkatan ASTO. Adapun pemeriksaan diagnostik pada pasien demam rematik yaitu: infeksi saluran nafas atas, antistreptolysin titer 0 (+), streptozyme (+) anti uji DNAase B, meningkatnya C reaktif protein, meningkatnya hialuronidase, meningkatnya sedimen eritrosit, pembesaran jantung pada hasil foto rontgent, EKG menunjukkan arrhtytmia E, ehocardiogram menunjukkan kardiomegali dan lesi. Sehingga diperlukan penatalaksanaan terapeutik berupa pemberian antibiotik IV penisilin atau sefalosporin, pada artritis diberikan OAINS pada kasus ringan dan obat antiradang secara agresif pada kasus berat, pada karditis diberikan OAINS untuk menekan radang dan pemberian prednison untuk karditis berat dengan gagal jantung kortikosteroid, pada profilaksis antistreptokokus diberikan penisilin V secara oral.
Adapun konsep keperawatan terdiri dari pengkajian, yaitu terkait dengan riwayat penyakit, monitor komplikasi jantung, auskultasi jantung, tanda-tanda vital, kaji nyeri, kaji adanya peradangan sendi, kaji adanya lesi pada kulit, kaji status nutrisi, kaji toleransi terhadap aktivitas dan sikap klien terhadap pembatasan aktivitas. Diagnosa yang muncul pada penyakit demam rematik yaitu,sbb:
1.      Nyeri b.d respon inflamasi pada sendi (poliartritis).
2.      Penurunan curah jantung b.d stenosis katub.
3.      Intoleransi aktivitas b.d penurunan cardiac output, ketidakseimbangan suplai O2 dan kebutuhan.
4.      Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, muntah, rasa sakit waktu menelan dan peradangan pada tonsil disertai eksudat.
5.      Kelebihan volume cairan b.d menurunnya filtrasi glomerulus, retensi natrium dan air, meningkatnya tekanan hidrostatik.
6.      Kurangnya pengetahuan orang tua/ anak b.d pengobatan, pembatasan aktivitas, resiko komplikasi jantung.
7.      Perubahan proses keluarga b.d kondisi penyakit anak.
Tujuan dari pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan demam rematik yaitu agar orang tua dan anak memahami tentang regimen pengobatan dan pembatasan aktivitas, anak tidak akan menunjukkan stres emosional dan dapat menggunakan strategi koping yang efektif, anak dapat menunjukkan dalam pengontrolan nyeri sesuai tingkat kesanggupan dam anak memperlihatkan tidak adanya gejala-gejala sakit menelan untuk pertama kalinya.

Komentar

  1. Casino & Sports Book - North Dakota - MapYRO
    Casino & 문경 출장마사지 Sports Book. $3,000 청주 출장마사지 Nearby: 제천 출장마사지 Boulder-Straws 용인 출장안마 Bar. Nearby: Boulder-Straws Bar. Nearby: 통영 출장샵 Boulder-Straws Bar. Nearby: Boulder-Straws Bar.

    BalasHapus
  2. The King Casino | Ventureberg
    Discover the rise https://septcasino.com/review/merit-casino/ and herzamanindir.com/ fall of the king casino, one of https://sol.edu.kg/ the world's largest The Casino ventureberg.com/ is operated by the King Casino Group. You septcasino can

    BalasHapus

Posting Komentar